BERBICARA mengenai kecerdasan, sering hanya mengaitkan dengan IQ (intelligent quotient). Sebaliknya, IQ sering digunakan sebagai cermin kecerdasan secara keseluruhan. Padahal IQ hanya menggambarkan sebagian dari jenis kecerdasan tertentu pada diri individu. Dokter Kresno Mulyadi SpKJ dalam acara seminar Healthy and Smart Kids yang digelar Champs di Garden Palace hotel beberapa waktu lalu, mengatakan, kecerdasan memiliki makna yang lebih luas. Selain kecerdasan logika dan verbal, kecerdasan juga meliputi kecerdasan musikal, visualisasi, kinestik, inter-personal, intra personal, natural maupun eksistensial. Cerdas Interpersonal. "Jadi, kecerdasan tidak selalu dikaitkan dengan seseorang yang menguasai matematika, fisika atau yang tergolong ilmu pasti," ungkapnya. Bakat bermain musik juga termasuk kecerdasan. Anggapan orangtua bahwa kecerdasan selalu identik dengan matematika sering membuat anak-anak yang tidak berbakat dalam matematika menjadi minder. Seolah-olah bakat seperti bermain musik, memotret maupun melukis bukan suatu kecerdasan. Padahal, tiap anak cenderung memiliki bakat yang berbeda.
Kecerdasan interpersonal misalnya, sangat membantu dalam menjalin hubungan dengan orang lain. Jenis kecerdasan inipun perlu latihan. "Misalnya, anak harus diajari belajar untuk berani tampil di depan umum dan menjalin komunikasi dengan teman sebaya," papar spesialis jiwa Surabaya itu. Lebih lanjut, Kresno menguraikan, semua jenis kecerdasan yang disebutkan, memungkinkan seseorang membangun masa depannya. Tentunya, sesuai dengan kapasitas yang dimiliki. Kenali Emosi Diri. Selain IQ, EQ (emotional quotient), juga sangat berperan dalam membangun kecerdasan otak. Bahkan, menurut Kresno, kecerdasan emosional (EQ) memberikan sumbangan sebesar 80 persen bagi keberhasilan seseorang dalam hidupnya. Sementara, IQ hanyalah sebesar 20 persen. Dikemukakan penggagas yayasan Nakula-Sadewa itu, ada lima wilayah kecerdasan emosional. Antara lain, kemampuan mengenali emosi diri, emosi orang lain, memotivasi diri, dan menjalin hubungan. Dengan mengenali emosi diri, seseorang lebih memahami perasaan diri sendiri. Kemampuan mengelola emosi diri juga penting. "Mengontrol atau mengendalikan diri merupakan cermin kematangan suatu kepribadian, sehingga mengantar kita pada proses pendewasaan," tutur pria asli Jawa Tengah ini.
Sebaliknya, mengenali emosi orang lain bisa mengajak kita dalam memahami perasaan orang lain. "Sehingga, bisa meningkatkan kepekaan diri terhadap lingkungan sekitar," ujarnya. Sementara, kemampuan memotivasi diri sangat diperlukan. Sebab, dapat memberi semangat untuk melakukan segala hal. Komunikasi & Sosialisasi. Yang tak kalah penting ialah kemampuan menjalin hubungan. Di sini, menentukan kemampuan seseorang dalam bersosialisasi. Wilayah kecerdasan emosional itu dapat ditanamkan pada diri anak sejak dini. Pendiri lembaga pendidikan Negeri Kuncup Bunga Surabaya ini
juga menjelaskan, kemampuan mengasah EQ berperan terhadap masa depan seseorang.
"Karena, biasanya justru kemampuan mengelola kecerdasan EQ dinilai para ahli lebih menentukan keberhasilan seseorang di dunia kerja," tegasnya. Sebuah ilustrasi, misalnya, seseorang memiliki IQ yang tinggi. Ia diterima bekerja di perusahaan terkenal. Namun, karena ketidakmampuannya dalam berempati, bersosialiasi dengan lingkungan pekerjaan, maupun dengan orang-orang yang berhubungan dengan pekerjaannya, ia menjadi tidak nyaman dan tidak dapat bekerja dengan baik. Kasus tersebut kerap dijumpai di dunia kerja. Sebab itu, sejak dini mengasah mental dan emosi anak sangat penting. Keseimbangan antara IQ dan EQ ini menjadi sinergi kecerdasan diri yang membutuhkan suatu proses panjang.