Laman

Tuesday, July 12, 2011

Risiko Rhesus Darah Berbeda Antara Ibu dan Bayi!!


Mengandung, melahirkan dan membesarkan anak merupakan salah satu kebahagiaan yang besar bagi wanita. Banyak pasangan yang mengharapkan keturunan, namun tak jarang beberapa wanita mengalami keguguran berulang atau bayi lahir mati, sehingga sang buah hati urung ditimang.

Penyebab keguguran berulang dan bayi lahir mati sangat banyak, salah satunya ialah ketidak cocokan rhesus (rhesus inkontabilita).

Di dunia medis dikenal banyak sekali cara penggolongan darah. Namun yang biasanya dipertimbangkan hanya dua cara penggolongan, yaitu sistem ABO dan faktor rhesus.

Biasanya masyarakat Indonesia cukup akrab dengan sistem ABO. Yaitu penggolongan darah yang terdiri dari golongan darah A, B, AB dan O. Tapi mengenai faktor rhesus, sepertinya sedikit sekali masyarakat kita yang mengetahuinya, walaupun rhesus sangat penting dalam masalah darah.

Rhesus, merupakan penggolongan atas ada atau tidak adanya antigen-D. Antigen-D pertama dijumpai pada sejenis kera yang disebut Rhesus pada tahun 1937, dari kera inilah sebutan rhesus diambil. Orang yang dalam darahnya mempunyai antigen-D disebut rhesus positif, sedang orang yang dalam darahnya tidak dijumpai antigen-D, disebut rhesus negatif. Pada jaman dahulu dalam transfusi darah, asal golonganya sama, tidak dianggap ada masalah lagi. Padahal, bila terjadi ketidak cocokan rhesus, bisa terjadi pembekuan darah yang berakibat fatal, yaitu kematian penerima darah.

Dengan kemajuan teknologi screening darah, maka sekarang ketidak cocokan rhesus dalam transfusi hampir bisa dibilang tidak ada lagi.

Orang-orang dengan rhesus negatif mempunyai sejumlah kesulitan karena diseluruh dunia ini, memang orang dengan rhesus negatif relatif lebih sedikit jumlahnya. Pada orang kulit putih, rhesus negatif hanya sekitar 15%, pada orang kulit hitam sekitar 8%, dan pada orang asia bahkan hampir seluruhnya merupakan orang dengan rhesus positif.

Di Indonesia, kasus kehamilan dengan rhesus negatif ternyata cukup banyak dijumpai. Umumnya dijumpai pada orang-orang asing atau orang yang mempunyai garis keturunan asing seperti Eropa dan Arab, walaupun tidak langsung. Ada juga orang yang tidak mempunyai riwayat keturunan asing, namun jumlahnya lebih sedikit.


KEHAMILAN DENGAN RHESUS NEGATIF


Mengapa dalam kehamilan faktor rhesus sangat penting? Ada atau tidaknya antigen-D dalam darah seseorang sangat berpengaruh pada kehamilan. Bila seorang wanita dengan rhesus negatif mengandung bayi dari pasangan yang mempunyai rhesus positif, maka ada kemungkinan sang bayi mewarisi rhesus sang ayah yang positif. Dengan demikian akan terjadi kehamilan rhesus negatif dengan bayi rhesus positif. Hal ini disebut kehamilan dengan ketidak cocokan rhesus.

Efek ketidak cocokan bisa mengakibatkan kerusakan besar-besaran pada sel darah merah bayi yang disebut erytroblastosis foetalis dan hemolisis. Hemolisis ini pada jaman dahulu merupakan penyebab umum kematian janin dalam rahim, disamping hydrop fetalis, yaitu bayi yang baru lahir dengan keadaan hati yang bengkak, anemia dan paru-paru penuh cairan yang dapat mengakibatkan kematian.

Selain itu kerusakan sel darah merah bisa juga memicu kernikterus (kerusakan
otak) dan jaundice(bayi kuning/hiperbilirubinimia),gagal jantung dan anemia dalam kandungan maupun setelah lahir.

Karena hati bayi yang baru lahir belum cukup matang, maka ia tak dapat mengolah sel darah merah yang rusak (bilirubin) ini dengan baik untuk dikeluarkan oleh tubuhnya, sehingga terjadi hiper bilirubin/bayi kuning. Selain itu sang hati pun akan bekerja terlalu keras sehingga mengakibatkan pembengkakkan hati dan dibanjirinya paru-paru dengan cairan. Karena produk perusakan sel darah merah adalah racun bagi otak maka terjadi kernicterus (kerusakan otak). Selain itu sumsum bayi yang belum matang tak dapat mengganti sel darah merah dengan cukup cepat, maka ia akan kembali melepaskan sel darah merah yang belum matang dalam sirkulasi darah (reticulocytes dan erythroblast).

Dalam kondisi ini sang ibu tetap aman karena bilirubin yang masuk dalam sirkulasi darahnya lewat plasenta akan dikeluarkan oleh sistem metabolismenya.

APA PENYEBAB KETIDAK COCOKAN RHESUS?


Ibu dan bayi mempunyai sirkulasi darah masing-masing yang terpisah. Aliran darah bertemu sangat dekat di plasenta, yang hanya dipisahkan oleh sehelai sel tipis. Hal ini memungkinkan adanya kebocoran kecil darah janin kedalam sirkulasi darah ibu, sehingga darah ibu tercampur sedikit darah janin.

Bila seorang wanita dengan rhesus negatif mengandung bayi dengan rhesus positif, hal ini berarti darah janin yang mengandung antigen-D, masuk dalam darah ibu yang tidak mengandung antigen-D. Karena perbedaan ini, tubuh ibu mengisyaratkan adanya benda asing yang masuk dalam darah. Karena itu tubuh ibu kemudian memproduksi antibodi untuk menghancurkan ‘mahluk asing’ yang beredar dalam darah tersebut. Produksi antibodi ini sama seperti produksi antibodi kebanyakan manusia bila ada zat asing dalam tubuh, seperti misalnya produksi antibodi ketika seseorang diimunisasi cacar. Sehingga sekali antibodi tercipta, maka antibodi ini akan ada seumur hidup.

Produksi antibodi ini untuk melindungi ibu agar bila zat asing itu muncul kembali, maka tubuh ibu dapat menyerang dan menghancurkanya, hal ini untuk keselamatan sang ibu sendiri.

Produksi antibodi ini sangat lambat, karena itu masalah ketidak cocokan rhesus sangat jarang dijumpai pada kehamilan pertama, karena antibodi belum terbentuk kecuali pada kasus tertentu. Misalnya ibu sudah mempunyai antibodi akibat dari transfusi darah yang mengandung antigen-D sebelumnya.

Kalaupun telah terjadi kebocoran darah janin, maka jumlah antibodi tersebut belum cukup membahayakan si janin. Paling jauh dari kebocoran pada kehamilan pertama terhadap bayi tersebut sang bayi akan menjadi kuning setelah dilahirkan.

Pada kehamilan kedua dan berikutnya, bila ibu kembali mengandung bayi dengan rhesus positif, antibodi yang telah terbentuk akan mengenali darah bayi sebagai zat asing. Mereka menjalankan tugasnya dengan menyerang zat tersebut, yang mengakibatkan perusakan sel darah merah bayi.

Sel pembatas plasenta yang memisahkan sirkulasi darah ibu dan janin memiliki pori yang teramat kecil, sehingga darah tak dapat melaluinya, karena ukuran sel darah yang lebih besar. hal ini mencegah mengalirnya darah ibu ke janin, atau sebaliknya. Namun karena ukuran antibodi yang teramat kecil, antibodi dapat melewati sel pembatas ini dan memasuki sirkulasi darah bayi, dan menjalankan tugasnya.

DIAGRAM KEHAMILAN DENGAN KETIDAK COCOKKAN RHESUS:



1. Wanita dengan rhesus negatif yang mendapat pasangan pria dengan rhesus positif kemungkinan akan mengandung bayi dengan rhesus positif.Gb. 1

2. Darah janin yang mengandung rhesus positif memasuki sirkulasi darah ibu yang memiliki rhesus negatif. Gb. 2

3. Darah janin yang memasuki sirkulasi darah ibu tanpa injeksi RhoGam akan memicu terciptanya antibodi dalam tubuh ibu. Gb. 3

4. Antibodi menyeberang ke sirkulasi darah janin dan menghancurkan sel darah merah janin, yang mengakibatkan serangkaian penderiataan bagi janin. Gb. 4

PEMICU TERBENTUKNYA ANTIBODI TERHADAP ANTIGEN-D


* Kebocoran darah janin. Kebocoran darah janin kedalam sirkulasi darah ibu terjadi pada hampir 75% persalinan. Karena pada saat persalinan rahim yang berkontraksi akan mengganggu sel pembatas yang tipis tersebut. Selain itu terkadang pada usia kehamilan 28 minggu bisa juga terjadi kebocoran darah janin ke sirkulasi darah ibu. Selain pada persalinan, bisa juga pada kasus keguguran dan aborsi serta terminasi.

* Transfusi darah yang mengandung antigen-D pada penerima yang merupakan orang dengan rhesus negatif.

* Pada proses amniosentesis.



PENANGANGAN KEHAMILAN DENGAN RHESUS NEGATIF



Karena begitu jarangnya orang dengan rhesus negatif, maka sangat sedikit rumah sakit yang dapat menanganinya. Begitu pula dengan dokter kandungan, ternyata banyak sekali yang masih tidak mengerti masalah kehamilan dengan rhesus negatif ini. Maka itu bila Anda mengetahui rhesus darah Anda adalah negatif, segera cari informasi rumah sakit dan dokter mana yang bisa menangani kehamilan Anda.

Walaupun tidak selalu ada masalah, dokter biasanya akan tetap menangani kehamilan dengan rhesus negatif secara khusus. Seorang wanita dengan rhesus negatif pada pemeriksaan kehamilan pertama akan diperiksa darahnya untuk memastikan jenis rhesus darah dan melihat apakah telah tercipta antibodi.

Bila belum tercipta antibodi, maka pada usia kehamilan 28 minggu dan dalam 72 jam setelah persalinan akan diberikan injeksi anti-D (Rho) immunoglobulin, atau biasa juga disebut RhoGam. Bila kehamilan tanpa injeksi mempunyai peluang untuk selamat hanya 5%, Injeksi ini akan mengurangi resiko hingga 1%. Bahkan bila digunakan dengan tepat, bisa mengurangi resiko hingga 0.07% (yang berarti peluang selamat meningkat hingga 99.93%). Pada kasus keguguran, aborsi dan terminasi pun injeksi ini perlu diberikan.

RhoGam ini akan menghancurkan sel darah merah janin yang beredar dalam darah ibu, sebelum sel darah merah itu memicu pembentukan antibodi yang dapat menyeberang ke dalam sirkulasi darah janin. Dengan demikian sang janin akan terlindung dari serangan antibodi. Tidak seperti antibodi yang akan bertahan seumur hidup, RhoGam akan habis dalam beberapa minggu, karena itu, ia cukup aman bagi janin.

Pada kehamilan-kehamilan berikutnya, dokter akan terus memantau apakan telah terjadi kebocoran darah janin ke dalam sirkulasi darah ibu, untuk menghindari telah terbentuknya antibodi. Dan injeksi RhoGam terus diulang pada setiap kehamilan.

Rhesus Anti-D-immunoglobulin tersedia dalam ampul 2ml yang mengandung 1000 unit. Untuk kehamilan 8-12 minggu 375 unit sudah cukup, tapi untuk kehamilan lebih lanjut, harus diberikan 1000 unit. Karena langkanya kehamilan dengan rhesus negatif, maka hanya apotik tertentu saja yang menyediakan rhoGam ini, biasanya harus dipesan terlebih dahulu minimal 5-7 hari sebelum dibeli.

Injeksi ini tidak lagi diperlukan dalam kasus berikut:

1. Kehamilan muda dibawah 7 minggu, kecuali dalam kondisi tertentu.

2. Janin juga memiliki rhesus negatif, hal ini dipastikan bila ayah janin juga memiliki rhesus negatif.

3. Tubuh ibu telah memproduksi antibodi.

4. Ibu pasti tidak akan hamil atau melahirkan lagi.

PENANGANAN BAYI PADA IBU YANG TELAH MEMPUNYAI ANTIBODI

Bila ibu menunjukkan kadar antibodi yang sangat tinggi dalam darahnya, maka akan dilakukan penanganan khusus terhadap janin yang dikandung, yaitu dengan monitoring secara reguler dengan scanner ultrasonografi. Dokter akan memantau masalah pada pernafasan dan peredaran darah, cairan paru-paru, atau pembesaran hati, yang merupakan gejala-gejala penderitaan bayi akibat rendahnya sel darah merah.

Tindakan lain yang biasanya diambil ialah dengan melakukan pengecekan amniosentesis secara berkala untuk mengecek level anemia dalam darah bayi.

Pada kasus tertentu, kadang diputuskan untuk melakukan persalinan lebih dini, sejauh usia janin sudah cukup kuat untuk dibesarkan diluar rahim. Tindakan ini akan segera diikuti dengan penggantian darah janin dari donor yang tepat. Induksi persalinan juga akan dilakukan pada ibu yang belum mempunyai antibodi bila kehamilannya telah lewat dari waktu persalinan yang diperkirakan sebelumnya, untuk mencegah kebocoran yang tak terduga.

Pada kasus yang lebih gawat, dan janin belum cukup kuat untuk dibesarkan diluar, akan dilakukan transfusi darah terhadap janin yang masih dalam kandungan. Biasanya bila usia kandungan belum mencapai 30 minggu. Proses transfusi ini akan diawasi secara ketat dengan scanner ultrasonografi dan bisa diulang beberapa kali hingga janin mencapai ukuran dan usia yang cukup kuat untuk diinduksi.

Setelah bayi lahir, ia akan mendapat beberapa pemerikasaan darah secara teratur untuk memantau kadar bilirubin dalam darahnya. Bila diperlukan akan dilakukan phototerapi. Bila kadar bilirubin benar-benar berbahaya akan dilakukan penggantian darah dengan transfusi.

Kadar cairan dalam paru-paru dan jantungnya juga akan diawasi dengan ketat, demikian juga dengan kemungkinan anemia.


KAMUS :

1. Amniosentesis: pengambilan cairan disekitar janin dalam rahim untuk memeriksa keadaan janin.

2. Antibodi: molekul protein berbentuk Y yang dibentuk tulang sum-sum dan dibawa oleh darah yang merupakan pertahanan tubuh yang utama. Yang dapat mengenali dan bahkan menghancurkan zat asing seperti bakteri dan virus.

3. Antigen : substansi protein yang menstimulasi produksi antibodi.

4. Athetoid celebral palsy : kerusakan sistem syaraf yang muncul sebelum usia 3 tahun karena kerusakan otak dalam jangka waktu yang lama.

5. Bilirubin: Sisa sel darah merah yang rusak.

6. Erythroblast: pelepasan sel darah merah yang belum matang ke dalam sirkulasi darah karena ketidak mampuan tulang sum-sum memproduksi pengganti sel-sel darah merah yang rusak, karena kerusakan sel darah merah dalam jumlah besar dalam sirkulasi darah karena sebab tertentu.

7. Erytroblastosis foetalis: erytroblastosis yang terjadi pada janin (bayi yang belum dilahirkan) yang umumnya terjadi karena serangan antibodi dari tubuh sang ibu yang memasuki sirkulasi darah janin karena ketidak cocokan rhesus.

8. Hemolisis: Kerusakan sel darah merah.

9. Hiperbilirubinemia: Kelebihan bilirubin dalam darah bayi.

10. Hydrop fetalis: bayi yang baru lahir dengan keadaan hati yang bengkak, anemia dan paru-paru penuh cairan.

11. Jaundice: Bayi kuning

12. Kernicterus: kerusakan otak yang bisa mengakibatkan athetoid celebral palsy, kehilangan pendengaran dan masalah pada gigi.

13. Phototerapi: Pencahayaan khusus untuk mengurai bilirubin menjadi cairan yang dapat dikeluarkan oleh tubuh.

14. Reticulocytes: Jumlah sel darah merah yang belum matang terlalu banyak ditemui dalam sirkulasi darah.

15. Terminasi: Pengakhiran kehamilan karena berbagai pertimbangan medis, karena bayi yang tidak mungkin selamat atau kehamilan yang membahayakan ibunya.