Laman

Saturday, August 24, 2013

Tan Liong Houw , sang "MACAN BETAWI" Legenda Hidup Timnas Indonesia



SEMANGAT bermain sepak bola tak ikut pupus meski usia kakek warga Tionghoa kelahiran Surabaya, 26 Juli 1930, itu sudah mulai menginjak kepala delapan. Meski tak segesit dan sepiawai dulu ketika muda, dia masih rutin melakoni olahraga yang banyak digemari masyarakat dunia, termasuk Indonesia. Setidaknya, seminggu sekali dia bergelut dengan salah satu permainan body contact tersebut. Lawannya, jangan dikira, rekan-rekan seusianya sesama manula. Selama ini hampir semua partner bermainnya adalah pemain-pemain muda usia 20-30an tahun. Tentu, secara fisik jauh lebih fresh.
Lap. Taman Sari , kawasan Mangga Besar Jakarta pusat adalah salah satu tempat dimana beliau dapat ditemui. Dengan helm masih terpasang, beliau yang baru turun dari motor dengan dibonceng anaknya terlihat bersemangat masuk ke stadion.
Sekilas dipandang, mungkin sebagian besar orang tak akan menyangka, masa muda lelaki yang rambutnya sudah memutih itu pernah menjadi pesepak bola terkenal. Sosok yang sangat disegani kawan dan lawan ketika bermain di lapangan bola.

Mantan pemain yang mendapat julukan "Macan Betawi" dari pendukung Persija pada masanya itu datang hanya mengenakan celana pendek dan bersandal japit. Sangat sederhana. Tangan kanannya menenteng tas kresek berisi sepatu bola. "Sejak dulu, saya ya seperti ini. Main di dalam maupun di luar negeri bawanya ya tas kresek kayak begini saja," kata beliau sambil mencari posisi duduk di pinggir lapangan.

Sepatu butut yang pasangan sebelah kiri sudah bolong kecil di bagian samping itu lantas dikeluarkan dari tas kresek. Jari tangan yang kulitnya sudah mengeriput masih tampak tetap terampil memasang dan mengencangkan tali sepatu bergigi di bagian bawah khusus untuk sepak bola tersebut. "Saya tinggal lari-lari dulu ya," kata beliau, sambil beranjak masuk ke lapangan.

Di dalam lapangan, wajah pria yang usianya sudah mencapai 10 windu lebih itu tampak semringah. Meski hanya sesekali mendapat bola, mantan pemain yang dulu biasa bermain di posisi gelandang (pemain tengah) kiri tersebut tetap rajin berlari mengikuti arah bola. Ketika permainan berlangsung, sesekali dia terlihat memberikan arahan kepada pemain lain yang mungkin usianya sepantaran dengan cucunya.

Spoilerfor Sang Macan Betawi:


Sapakah beliau ??

Tan Liong Houw atau Latief Harris Tanoto (lahir di Surabaya, 26 Juli 1930; umur 83 tahun) adalah seorang pemain sepak bola terkenal Indonesia di era tahun1950-an. Ia dikenal sebagai pemain lini tengah yang perkasa dan ditakuti lawan. Posisinya sebagai gelandang kiri, mengharuskan Liong Houw bermain keras untuk merusak formasi lawan.
Pada masanya, Tan Liong Houw menjadi pujaan tim nasional dan Persija Jakarta. Bahkan para pendukung Tim Persija memberinya julukan “Macan Betawi” walaupun Ia berasal dari etnis Tionghoa.

Meski lahir di Surabaya, Tan Liong tumbuh remaja di Jakarta. Bakat dan hobi bermain sepak bolanya juga makin terasah di kota yang dulu sempat dikenal pada masa pra kemerdekaan sebagai Batavia tersebut. Saat berumur sekitar 17 tahun, dia bergabung dengan Chun Hwa, salah satu perkumpulan sepak bola Tionghoa saat itu, yang kini dikenal sebagai PS Tunas Jaya.

Namun, pihak keluarga awalnya tidak memberikan dukungan kepada Tan Liong menekuni sepak bola. Adiknya, Tan Liong Pha, yang bermain untuk Persib Bandung Junior juga terpaksa berhenti karena tidak mendapatkan izin. Sedangkan Tan Liong oleh ibunya, Ong Giok Tjiam, akhirnya dikirim ke Semarang, Jawa Tengah. Selain untuk bersekolah di sana, tentu tujuan keluarganya adalah menjauhkan dia dari aktivitas bola kaki.

Namun, hal itu tidak menghentikan hobinya itu. Dia secara sembunyi-sembunyi justru tetap bermain bola. Bahkan, beberapa kali dia ikut melakukan pertandingan lawatan ke luar kota. Namanya berkibar di kompetisi antarkota sebagai salah seorang pemain berbakat. "Tapi, sepintar-pintarnya saya, akhirnya tetap ketahuan juga," kisah Tan Liong, lantas terkekeh.

Kegiatannya tetap bermain bola terbongkar setelah dalam sebuah pertandingan dia mengalami cedera cukup parah. Dahinya robek karena berbenturan dengan pemain lawan sehingga harus mendapat perawatan di rumah sakit. "Orang tua langsung suruh saya balik ke Jakarta lagi," ujarnya.

Namun, garis sebagai pemain bola tak bisa dielak. Sepulang dari Semarang, sang ayah mengizinkan Tan Liong bermain bola. Kegigihan anaknya mengasah bakat sejak kecillah yang menjadi alasannya.
Tak berselang lama, berbarengan dengan momentum seleksi timnas untuk persiapan Asian Games I di New Delhi, India, dia yang saat itu berusia sekitar 20 tahun dipanggil masuk tim nasional. Prestasinya pun semakin bersinar sejak itu.

Berturut-turut pria yang juga akrab dengan sapaan Tanoto itu menjadi langganan timnas. Bersama The San Liong, Kwee Kiat Sek, Bee Ing Hien, dan beberapa pemain Tionghoa lainnya, dia kembali membela Merah Putih pada Asian Games II 1954. Kemudian, itu berlanjut pada prestasi spektakuler dalam ajang Olimpiade Melbourne, Australia, pada 1956. Timnas saat itu berhasil masuk babak perempat final dan menahan imbang tanpa gol negara kuat favorit juara Uni Soviet (sekarang Rusia) dibawah arahan pelatih asal Yugoslavia, Toni Pogacnik.

Selama 2 x 45 menit, pemain-pemain Indonesia, termasuk Tan Liong, terus berjibaku menahan serangan tim yang diperkuat kiper legenda dunia Lev Yashin dan beberapa pemain terkenal lainnya tersebut. "Saat itu tidak ada pemain lawan yang boleh melewati saya. Jika ada yang mendekat, langsung saya sikat," kisah Tan Liong, lantas kembali tertawa.

Strategi permainan keras tanpa kompromi sengaja dipilih sejak awal karena sadar bahwa secara kualitas teknik maupun fisik kalah oleh Rusia. "Kalau main strategi biasa, pasti gampang sekali kita dikubur," katanya. Dia lantas menunjukkan jari manis dan kelingkingnya sebagai perbandingan perbedaan timnas Indonesia dan Uni Soviet yang saat itu merupakan salah satu negara adidaya di dunia.

Karena strategi bermain keras tersebut, Tan Liong sampai merasa perlu memasang pengaman untuk kakinya dua sekaligus. Tidak hanya bagian depan menutup tulang kering, tapi juga bagian belakang. "Mau mati kek, mau apa kek, saya sudah siap saat itu," tuturnya, penuh semangat.

Namun sayang, karena telah diforsir pada pertandingan pertama, di leg kedua dua hari kemudian untuk penentuan tim mana yang meneruskan ke babak berikutnya, Indonesia harus mengakui keunggulan Uni Soviet. Skor telak 4-0 untuk kemenangan tim lawan. Uni Soviet kemudian terus melaju dan berhasil menjadi juara pada ajang Olimpiade 1956 tersebut.

Namun, jangan membayangkan bahwa perjuangan timnas yang banyak digawangi pemain warga Tionghoa waktu itu mendapat support penuh dari publik Indonesia seperti saat timnas Indonesia berlaga dalam ajang AFF 2010 beberapa waktu lalu.

Sebelum melaju ke babak perempat final bertemu Uni Soviet, Indonesia terlebih dahulu harus menghadapi Republik Rakyat Tiongkok. Keraguan dan tudingan miring pun dialamatkan kepada para pemain timnas warga Tionghoa. Tan Liong dan kawan-kawan sempat dianggap akan bermain setengah hati bila bertemu pemain Tiongkok.

"Ini kalau diomongkan memang nggak enak. Tapi, kenyataannya kayak gitu. Seperti saya, biarpun WNI, tetap ada embel-embel Tionghoa-nya di belakang," keluh Tan Liong. Meski berhasil menjawab dengan kemenangan, tudingan yang sama ternyata masih dialamatkan saat Indonesia kembali harus melawan Tiongkok dalam pertandingan Pra Piala Dunia 1958.
Namun, untuk kali kedua, Tan Liong dkk kembali bisa menjawab dengan keberhasilan mengalahkan negara dengan penduduk terbesar di dunia tersebut. "Aku nggak ada pikiran kayak begitu-begitu, pokoknya aku dapat tugas main, ya main sebaik-baiknya. Saya Indonesia, lahir di sini, makan di sini, berak di sini, mati juga di sini," tegas mantan pemain yang juga pernah membela Persija itu.

Perlakuan diskriminatif kepada para pemain warga Tionghoa saat itu, menurut dia, menjadi salah satu alasan surutnya warga Tionghoa dalam dunia sepak bola tanah air hingga saat ini. Termasuk alasan terkuat dirinya mundur dari timnas pada 1962. "Jadi, saya mundur bukan karena tidak laku lagi. Saya masih dipakai waktu itu," ujarnya.

Padahal, lanjut dia, menjadi pemain timnas sepak bola Indonesia sesungguhnya merupakan impian dan kebanggaan tersendiri bagi bapak empat orang anak itu. Saking berartinya, sampai-sampai, kaus timnas yang dipakainya saat membela Merah Putih tidak pernah dikenakan di luar lapangan. "Saya nggak mau pakai sembarangan. Mentang-mentang menjadi pemain timnas, lalu ke mana-mana pakai kaus yang ada gambar garudanya itu. Kalau saya, enggak," tutur Tan Liong.

Sejumlah jersey timnas yang dimilikinya selama 12 tahun membela timnas Indonesia tetap disimpan rapi. "Yang namanya pusaka itu cuma dipakai saat berjuang. Ini bentuk penghargaan saya. Sebab, garuda benar-benar ada di sini," tandasnya, sambil menunjuk dada sebelah kiri.

Bermain sepak bola, baik di klub maupun timnas saat membela Indonesia, juga bukan pertimbangan uang atau materi. Menurut Tan Liong, sekali bermain di Persija dia hanya dibayar segobang atau 2,5 sen. Uang sebesar itu pada zaman tersebut bisa digunakan untuk membeli semangkuk soto betawi yang sekarang harganya sekitar Rp 10 ribu. Sedangkan di timnas, saat Olimpiade, dia hanya mendapat USD 1 dolar sehari. "Jadi, bukan uang pertimbangannya," tegasnya.

Dua anak Tan Liong, Budi Tanoto dan Wahyu Tanoto, sebenarnya juga sempat mengikuti jejak ayahnya sebagai pemain bola. Keduanya juga pernah masuk timnas dan Persija senior pada era 1980-an. Namun, kiprah keduanya cuma sekilas dan tidak sefenomenal ayahnya

Friday, August 23, 2013

Kisah kejujuran para tentara saat perang kemerdekaan


Di tengah peperangan, nyaris tak ada aturan yang berlaku. Yang kuat yang berkuasa, yang pegang senjata bisa menindas dan merampok rakyat.

Tapi tak harus selalu seperi itu. Buktinya, dalam perang kemerdekaan banyak kisah teladan para prajurit TNI. Kejujuran mereka bikin geleng-geleng kepala. Jika mau bisa saja mereka lari membawa uang negara dan memperkaya diri sendiri. Tapi hal itu tak dilakukan.

Ada juga kisah tentara yang tak mau makan makanan hasil rampasan karena menganggapnya tidak halal. Luar biasa, di tengah perang dan kelaparan, iman masih bisa dipegang.

Ironis, setelah 68 tahun Indonesia merdeka, jarang sekali pejabat yang meneladani para prajurit TNI di awal kemerdekaan ini. Korupsi dan makan uang haram dilakukan hampir setiap pejabat. Tak malu lagi merampok uang rakyat demi memperkaya diri sendiri.

Berikut kisah kejujuran tentara seperti dituturkan Kolonel (Purn) Alex Evert Kawilarang dalam biografi Untuk Sang Merah Putih karya Ramadhan KH yang diterbitkan Pustaka Sinar Harapan.


Quote:1. Tolak makan makanan haram

Biasanya dalam perang, tentara makan rampasan perang itu hal biasa. Kadang malah mengambil ternak milik penduduk untuk disantap. Tapi teladan langka ditunjukan oleh seorang Perwira bernama Letnan Gojali.

Tahun 1946, Kepala Staf Resimen Divisi II TNI Mayor Alex Evert Kawilarang menumpas gerombolan perampok di Cibarusah Bogor. Setelah baku tembak mereka mengalahkan para perampok yang meresahkan warga.

Setelah berjaga semalaman, Kawilarang mencari sarapan. Dia melihat ada anak buahnya yang makan pisang di markas itu, Kawilarang lalu ikut makan.

Tapi yang membuatnya heran, seorang anak buahnya yang bernama Letnan Muda Gojali, tak ikut makan. Kawilarang pun bertanya apa Gojali tidak lapar?

"Neen Mayoor, die pisang is gekocht met gerampokt geld. Ik eet dat niet (Tidak mayor, pisang itu dibeli dari uang hasil rampokan, saya tidak mau makan," jawab Gojali.

Kawilarang kagum mendengar jawaban Gojali. Kepercayaan pada anak buahnya itu makin besar


Quote:2. Tak tergiur guci berisi harta karun emas permata

Anak buah Mayor Kawilarang melakukan penggalian di bekas markas Jepang di sekitar Cigombong. Mereka mencari senjata Jepang yang biasanya disembunyikan dengan cara dikubur dalam tanah.

Tapi bukannya senjata, para prajurit TNI itu malah menemukan sebuah guci besar. Lebih mengejutkan, isi guci itu ternyata penuh emas dan permata dan berkilauan.

Walau bisa kaya tujuh turunan, para tentara jujur itu tak mau mengambilnya. Mereka lalu lapor dan menyerahkan harta itu pada Kawilarang, komandan mereka. Kawilarang juga jujur, dia tak mau makan emas permata peninggalan Jepang. Dia berniat menyerahkan harta temuan pasukannya pada pemerintah Indonesia yang saat itu masih morat-marit.

Kawilarang tahu harus mengutus siapa. Dia memanggil Letnan Muda Gojali yang jujur. Kawilarang mengutus Gojali menyerahkan harta karun itu ke Kementerian Dalam Negeri di Purwokerto.

Gojali melaksanakan tugasnya dengan baik. Dia menyerahkan harta karun pada Sumarman yang kala itu menjabat Sekretaris Mendagri.

Berapa nilai harta karun tersebut, sebuah majalah pernah mencoba menghitung berdasar bukti-bukti otentik yang ditemukan. Isinya tak kurang dari tujuh kilogram emas dan empat kilogram permata. Nilainya kala itu saja diperkirakan Rp 6 miliar. Bandingkan besarnya jumlah itu dengan gaji seorang tentara yang kala itu berkisar Rp 50.



Quote:3. Kurir penuh bahaya antarkan uang ke Bogor

Kisah kejujuran lain terjadi tahun 1947, saat Kawilarang masih berpangkat Mayor. Dia masih menjabat Kepala Staf Brigade di Bogor. Kala itu TNI harus bergerilya setelah Belanda melancarkan Agresi Militer Belanda I.

Kawilarang meminta bantuan pada Kolonel TB Simatupang untuk biaya pasukan Brigade di Bogor. Markas Besar TNI kemudian mengirimkan uang itu dari Jakarta ke Bogor lewat kurir.

Perjalanan kurir ini luar biasa bahayanya. Selain terancam pasukan Belanda, mereka juga diintai oleh perampok dari republik sendiri. Tapi tak ada yang takut kala itu. Kawilarang pun terharu saat uang bantuan itu diterimanya utuh.

"Hal yang luar biasa. Uang itu lengkap, tak kurang satu sen pun," kata dia.


Quote:4. Uang gaji tak dibawa kabur

23 Januari 1950, tentara Divisi Siliwangi di Bandung tengah berbahagia. Untuk pertama kalinya mereka akan menerima gaji. Setelah Indonesia merdeka, memang TNI belum sempat menerima gaji rutin. Mereka selalu direpotkan oleh Agresi Militer Belanda I dan II. Tak ada yang berpikir gaji, semuanya mementingkan mempertahankan Indonesia dan berjuang demi bangsa.

Maka hari itu semua perwira keuangan Divisi Siliwangi berkumpul di kamar divisi keuangan. Tiba-tiba terdengar tembakan di luar markas. Tentara Angkatan Perang Ratu Adil (APRA) pimpinan Kapten Westerling menyerang Bandung.

Dengan keji pemberontak ini menembaki semua anggota TNI yang ditemui. Situasi lebih buruk karena menjelang penyerahan kekuasaan dari Belanda, TNI dilarang membawa senjata jika berada di kota.

Pasukan APRA bergerak melewati Braga, hampir menuju markas Divisi. Maka Kepala Keuangan Siliwangi bertindak cepat. Dia membagikan uang pada stafnya, yang memasukkan uang ke dalam kantong dan segera melompat menyelamatkan diri. Mereka diperintahkan kembali ke markas esok hari setelah situasi aman dengan membawa uang itu.

"Keesokan harinya semua kembali ke staf dengan membawa uang untuk pasukan-pasukan dan dinas-dinas untuk melaksanakan secara resmi timbang terima uang itu. Ternyata tidak kurang satu sen pun. Begitulah tanggung jawab anggota TNI," kata Kolonel AE Kawilarang yang pernah menjadi Panglima Teritorium III Siliwangi.

Bayangkan berapa besar uang itu. Ketika itu paling tidak Divisi Siliwangi mempunyai 8.000 prajurit. Tapi tak seorang pun punya niat membawa kabur uang tersebut.

"Waktu itu jangan coba anggota keuangan kembali ke pasukannya tanpa uang dengan alasan yang bukan-bukan. Pasti hukum rimba berlaku. Dan tidak ada sogok menyogok waktu itu," kata Kolonel Kawilarang.

Monday, August 19, 2013

Mengenal Manfaat Buah dan Sayur berdasar Warnanya

HIJAU

Warna Hijau pada sayuran disebabkan oleh zat hijau daun, atau klorofil. Klorofil merupakan pigmen dari tanaman yang warnanya hijau dan terdapat dalam kloroplas sel tanaman. Klorofil mempunyai struktur kimia yang hampir mirip dengan hemoglobin (sel darah merah). Sehingga menurut penelitian para ahli gizi, klorofil dapat dimanfaatkan untuk merangsang pembentukan sel darah merah pada penderita anemia.





Sayuran yang berwarna hijau biasanya mengandung asam alegat yang berfungsi untuk menghambat sel kanker, Lutein yang terbungkus didalam kantong pigmen hijau daun bisa bantu menangkis degenerasi makula, Antioksidan yang mampu menangkal radikal bebas serta mampu melindungi tubuh dari reaksi oksidatif yang menghasilkan racun di tubuh, dan Kalium berfungsi untuk menormalkan tekanan darah. Yang tak kalah penting, kandungan serat yang terdapat di dalam sayuran dapat melancarkan BAB.

-Sayuran yang berwarna hijau antara lain: Bayam, Brokoli, Selada, Sawi, Kangkung (asam urat tinggi dilarang konsumsi berlebih), Pokcoy, Labu siam.

-Buah yang berwarna hijau antara lain: Apel hijau manfaatnya, untuk menetralkan jumlah kolesterol di dalam darah.
Dengan mengkonsumsi apel sebanyak 2 dalam sehari, maka Agan mereduksi jumlah lemak jahat dalam tubuh Agan sebanyak 16%!.
Selain itu Konsumsi satu apel per hari bisa menjauhkan Agan dari tangan dokter. Hal ini bukan isapan jempol semata sebab dengan mengkonsumsi apel hijau per harinya Anda akan menurunkan resiko terkena beberapa penyakit termasuk kanker payudara yang menjadi momok bagi wanita.

Alpukat manfaatnya, Menurunkan tingkat kolesterol darah.

MERAH.

Umumnya warna merah pada sayuran dan buah disebabkan oleh pigmen flavonoid, yang manfaatnya sebagai pencegah kanker. Selain itu sayuran dan buah berwarna merah juga mengandung Likopen (merupakan jenis modifikasi dari karoten), manfaatnya memperlambat pengerasan arteri, anti kanker dan pertumbuhan tumor, Zat antosianin, manfaatnya mencegah Infeksi dan kanker katong kemih







-Sayuran yang berwarna merah antara lain: Paprika merah, kaya akan antioksidan dan melawan kanker. Mereka juga sumber yang kaya vitamin C dan komponen RDA vitamin A.

Cabe merah, mengandung zat kapsaisin yang manfaatnya menghambat neuropeptida yang bertanggung jawab pada proses peradangan, selain itu manfaat lainnya adalah membantu melegakan pernapasan (bagi yg pilek hidungnya tersumbat, makan bakso + sambel dijamin jd enteng itu idung)

Bayem merah, manfaatnya mencegah anemia dan gagal ginjal (bagi penderita asam urat tinggi dilarang konsumsi berlebih).

-Buah yang berwarna merah antara lain:
Apel merah, Aneka berry merah, Cherry, manfaatnya Buah ceri kaya akan antioksidan yang bisa meningkatkan kesehatan jantung. Buah yang asam manis ini juga ampuh memulihkan otot yang cidera setelah berolahraga.

KUNING
dan Oranye

Sayur dan buah berwarna kuning dan oranye banyak mengandung Folat, manfaatnya bisa bantu mencegah cacat lahir tertentu dan mengurangi risiko penyakit jantung. Beta Karoten (Beta karoten merupakan pigmen kuat yang memberikan warna merah-oranye) manfaatnya, memperbaiki sel batang dan sel kerucut pada retina serta membantu penglihatan secara umum. Sayur dan buah bewarna kuning dan oranye juga kaya akan Vitamin C yang tinggi yang manfaatnya sebagai antioksidan bagi tubuh.





-Sayuran berwarna kuning dan oranye antara lain: Paprika kuning, Wortel, Labu, Jagung, Tomat dll.

-Buah berwarna kuning dan oranye antara lain: Mangga, Jeruk, Nenas, Pepaya, Pisang.

BIRU dan UNGU.

Mengandung Antiostanin, manfaatnya mendukung sistem vaskular.

-Sayuran berwarna Ungu: Terong Ungu, manfaatnya mengurangi resiko stroke, mengurangi hipertensi, dan meningkatkan libido (woow)
Bit (sejenis umbi gan), Berkhasiat untuk meningkatkan sistem kekebalan tubuh. Sayuran yang renyah ini juga kaya vitamin C dan asam folat.

Spoilerfor Ngiler:


Spoilerfor Umbi Bit:

-Buah berwarna Biru dan Ungu: Blueberry, Buah Ara, Blackberry (buah lho gan, bukan Smartphone), Anggur.