Tuesday, June 21, 2011
Sejarah Perjudian di Batavia.
Uploaded with ImageShack.us
Seperti halnya praktek prostitusi, perjudian pun telah dilakukan manusia sejak zaman dahulu kala. Di Indonesia sendiri, judi tradisional sudah menjadi bagian masyarakat melalui permainan tradisional yang mengarah pada perjudian. Ketika akhirnya VOC bercokol, untuk memperoleh penghasilan pajak yang tinggi dari pengelola rumah-rumah judi tersebut, maka pemerintah VOC memberi izin pada para Kapitan Tionghoa untuk membuka rumah judi sejak 1620. Rumah judi itu bisa berada di dalam ataupun di luar benteng Kota Batavia.
Sejak masa Souw Beng Kong, Kapitan Tionghoa pertama di Batavia, rumah judi resmi telah berdiri. Souw Beng Kong tak hanya mengurus tempat judi tapi juga pembuatan koin dan rumah timbang untuk barang-barang orang Tionghoa. Ia juga diberi hak menarik cukai sebesar 20 persen dari pajak judi yang dikenakan VOC kepada para pemilik rumah judi.
Judi kartu dan dadu, atau disebut juga po, cukup beken di kalangan penggemar judi di Batavia. Masyarakat Tionghoa pada masa itu pun juga sudah memperkenalkan judi capjiki. Permainan lotere ala Eropa atau Belanda baru masuk Hindia Belanda pada pertengahan abad ke-19.
Begitu marak dan digemarinya perjudian di Batavia, terutama bagi kalangan masyarakat Tionghoa, hingga ada lukisan yang dibuat pelukis Belanda A. van Pers yang menggambarkan orang Tionghoa di Batavia sedang main kartu. Mereka tengah bermain judi ceki yang kartunya berwarna kuning dengan tulisan Cina di tengahnya. Kartu ceki sedikit lebih ramping dibanding kartu domino. Berjudi dengan kartu ceki bukan hanya pernah dikenal secara luas di Indonesia, tapi juga kalangan Tionghoa di Singapura dan Malaysia.