Laman

Monday, April 8, 2013

Ternyata Daan Mogot Itu Berwajah Tampan



Jalan Daan Mogot membentang mulus menghubungkan Jakarta Barat dan Tangerang. Jalan ini merupakan salah satu jalan terpenting di Jakbar. Berbagai perkantoran, show room hingga stasiun TV berada di sana.

Puluhan ribu orang melintasi jalan ini setiap hari. Sayangnya sedikit yang tahu dan meneladani kegagahan Mayor Daan Mogot yang namanya diabadikan untuk jalan ini.

"Daan Mogot saya tahunya pahlawan. Tapi ceritanya bagaimana saya kurang tahu," kata Luthfi, seorang tukang ojek yang biasa mangkal di sekitar jalan itu.

Dulu pada perang kemerdekaan nama Mayor Daan Mogot sangat populer di Jakarta dan Tangerang. Mungkin Daan Mogot juga layak dicatat sebagai mayor termuda dalam sejarah. Ketika menjadi mayor, pemuda ganteng ini masih berusia 16 tahun. Masih ABG kalau istilah zaman sekarang.

Tapi bukan tanpa alasan Daan Mogot yang baru berusia 16 tahun ini diberi pangkat Mayor dan memimpin Tentara Keamanan Rakyat (TKR) di Jakarta Barat. Daan Mogot merupakan angkatan pertama Pembela Tanah Air (PETA), organisasi militer buatan Jepang.

Waktu mendaftar peta, usianya baru 14 tahun. Seharusnya batas usia minimal adalah 18 tahun. Tapi entahlah kenapa Daan Mogot bisa diterima. Dia menjadi salah satu yang terbaik hingga akhirnya diangkat menjadi pelatih PETA di Bali. Selain itu pemuda asal Manado ini juga dilatih menjadi pasukan gerilya elite oleh Jepang. Layaklah setelah Indonesia merdeka dia langsung diberi kedudukan walau usianya masih sangat belia.

Daan Mogot juga punya visi yang cerdas soal militer. Bayangkan di usia 17 tahun, dia dan kawan-kawannya mendirikan sekolah calon perwira Akademi Militer Tangerang. Daan Mogot diangkat menjadi direktur pertama Akademi Militer Tangerang.

Sayang mayor muda gagah berani ini tidak berumur panjang. Tanggal 25 Januari 1946, Daan Mogot bersama pasukannya berangkat untuk melucuti pasukan Jepang di Lengkong, Tangerang.

Kala itu Jepang sudah menyerah kepada sekutu. Daan Mogot dan rekan-rekannya berpikir lebih baik senjata Jepang jatuh ke tangan tentara Indonesia daripada pasukan Belanda yang akan segera kembali di bawah sekutu.

Mayor Daan Mogot berangkat bersama 70 taruna Akademi Militer Tangerang ke kawasan Lengkong, Serpong, Tangerang. Di sana dia menemui Kapten Abe, komandan tentara Jepang sementara pasukannya berjaga di luar.

Perundingan berlangsung damai. Kapten Abe meminta izin menghubungi atasannya dulu di Jakarta sebelum menyerahkan senjata. Tetapi pasukan taruna di luar, tanpa sepengetahuan Daan Mogot ternyata sudah mulai melucuti tentara Jepang. Beberapa tentara Jepang juga sukarela menyerahkan senjatanya.

Tiba-tiba entah darimana, terdengar tembakan. Situasi langsung kacau balau. Tentara Jepang segera berlari mengambil kembali senjatanya. Penjaga di pos senapan mesin pun langsung memberondong para taruna.

Pertempuran tak seimbang berlangsung. Mayor Daan Mogot berlari keluar dan berusaha menghentikan tembak menembak. Usahanya tak berhasil, dia tewas setelah diberondong tentara Jepang.

Daan Mogot gugur sebagai ksatria. Usianya baru 17 tahun ketika meninggalkan Ibu Pertiwi untuk selama-lamanya. Selain Daan Mogot, 33 taruna dan 3 perwira gugur dalam peristiwa Lengkong.

Sayang hanya segelintir pemuda Indonesia meneladani Mayor gagah ini.



Spoilerfor Inilah Penampakannya:




Spoilerfor Inilah Kondisi Jalan Daan Mogot:









TAMBAHAN :


Daan Mogot (lahir di Manado, 28 Desember 1928 – meninggal di Lengkong, Tangerang, 25 Januari 1946 pada umur 17 tahun) adalah seorang pejuang dan pelatih anggota PETA di Bali dan Jakarta pada tahun 1942. Setelah Perang Dunia ke-2 selesai, ia menjadi Komandan TKR di Jakarta dengan pangkat Mayor. Bulan November 1945 menjadi pendiri sekaligus Direktur Pertama Akademi Militer Tangerang (MAT) dalam usia 17 tahun. Ia gugur di Hutan Lengkong bersama 36 orang lainnya dalam pertempuran melawan tentara Jepang saat hendak melucuti senjata mereka di Hutan Lengkong di Tangerang.
Biografi

Daan Mogot lahir di Manado pada tanggal 28 Desember 1928 dari pasangan Nicolaas Mogot dan Emilia Inkiriwang (Mien) dengan nama Elias Daniel Mogot. Ayahnya ketika itu adalah Hukum Besar Ratahan. Ia anak kelima dari tujuh bersaudara. Saudara sepupunya antara lain Kolonel Alex E. Kawilarang (Panglima Siliwangi, serta Panglima Besar Permesta) dan Irjen. Pol. A. Gordon Mogot (mantan Kapolda Sulut).

Pada tahun 1939, yaitu ketika ia berumur 11 tahun, keluarganya pindah dari Manado ke Batavia (Jakarta sekarang) dan menempati rumah di jalan yang sekarang bernama Jalan Cut Meutiah – Jakarta Pusat. Di Batavia, ayahnya diangkat menjadi anggota VOLKSRAAD (Dewan Rakyat masa Hindia-Belanda). Kemudian ayahnya diangkat sebagai Kepala Penjara Cipinang.

Pada masa Pendudukan Jepang, ia masuk dalam organisasi militer pribumi bentukan Jepang di Jawa, yaitu Pembela Tanah Air atau PETA. Waktu itu tahun 1942, ia menjadi anggota PETA angkatan pertama. Sebenarnya usia Daan Mogot belum memenuhi syarat yang ditentukan pihak Jepang yakni 18 tahun. Waktu itu ia berumur 14 tahun.
 
Spoilerfor foto:



Spoilerfor lokasi: